Journal History

Era Revolusi Industri 4.0 memiliki tantangan sekaligus peluang bagi lembaga pendidikan. Syarat maju dan berkembang lembaga pendidikan harus memiliki daya inovasi, dan dapat berkolaborasi. Di era Revolusi Industri 4.0, sistem pendidikan diharapkan dapat mewujudkan peserta didik memiliki keterampilan yang mampu berpikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif dan inovatif serta ketrampilan komunikasi dan kolaborasi. Juga keterampilan mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta terampil menggunakan informasi dan teknologi sangat dibutuhkan (Eko Risdianto, 2019: 4).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Anwar Makarim saat berpidato pada acara Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 mencetuskan konsep “Pendidikan Merdeka Belajar”. Konsep ini merupakan respons terhadap kebutuhan sistem pendidikan pada era Revolusi Industri 4.0 yang terus bergerak maju. Nadiem Makarim menyebutkan merdeka belajar merupakan kemerdekaan berpikir. Kesimpulan dari konsep merdeka belajar merupakan tawaran dalam merekonstruksi sistem pendidikan nasional. Penataan ulang sistem pendidikan dalam rangka menyongsong perubahan dan kemajuan bangsa yang dapat menyesuaikan dengan perubahan zaman. Dengan cara, mengembalikan hakikat dari pendidikan yang sebenarnya yaitu pendidikan untuk memanusiakan manusia atau pendidikan yang membebaskan.

Saat ini pendidikan di Indonesia memasuki era 4.0. Tren pendidikan Indonesia saat ini yaitu online learning (Ahmad, 2018) yang menggunakan internet sebagai penghubung antara pengajar dan murid. Perkembangan teknologi rupanya menjadi peluang bisnis di bidang pendidikan dengan mendirikan bimbel berbasis online (Syarizka, 2019). Selain itu perkembangan teknologi juga mengubah tatanan pendidikan di Indonesia sebagai contohnya 1) sejak 2013 sistem ujian nasional berubah dari paper based test menjadi online based test (Pakpahan, 2016); 2) sistem penerimaan peserta didik baru dari tingkat SD sampai dengan tingkat Universitas di Indonesia sudah dilakukan secara online baik dari pendaftaran sampai dengan pengumuman penerimaan (Daulay, 2019).

Peran pendidik di Revolusi Industri 4.0 harus diwaspadai. Para pendidik tidak boleh hanya menitikberatkan tugasnya pada transfer ilmu, namun lebih menekankan pendidikan karakter, moral, dan keteladanan. Hal ini dikarenakan transfer ilmu dapat digantikan oleh teknologi namun, penerapan softskill dan hardskill tidak bisa digantikan dengan alat dan teknologi secanggih apa pun (Risdianto, 2019).

Seiring perkembangannya, Pemerintah Jepang mencetuskan konsep Society 5.0 atau bisa diartikan masyarakat 5.0. Konsep Society 5.0 ini tidak hanya terbatas pada bidang manufaktur tetapi juga terkait pemecahan masalah sosial dengan bantuan integrasi ruang fisik dan virtual (Skobelev & Borovik, 2017). Lahirnya konsep Society 5.0 ini diharapkan dapat membuat teknologi di bidang pendidikan yang tidak mengubah peran pendidik dalam mengajarkan pendidikan moral dan keteladanan bagi para peserta didik baik di ruang fisik maupun virtual.

 

Sumber: Fukuyama (2018)

Gambar 1. Ilustrasi perkembangan sosial berdasarkan Society 5.0


Society 5.0 memiliki konsep teknologi bigdata yang dikumpulkan oleh internet of things (IoT), kemudian diubah oleh artifical inteligence (AI) (Rokhmah, 2019; Özdemir, 2018) menjadi sesuatu yang dapat membantu masyarakat sehingga kehidupan menjadi lebih baik (Mathews, 2015). Society 5.0 akan berdampak pada semua aspek kehidupan mulai dari kesehatan, tata kota, transportasi, pertanian, industri, dan pendidikan (Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Society 5.0 menjadi konsep tatanan kehidupan yang baru bagi masyarakat. Melalui konsep Society 5.0, kehidupan masyarakat diharapkan akan lebih nyaman dan berkelanjutan. Orang-orang akan disediakan produk dan layanan dalam jumlah serta pada waktu yang dibutuhkan.

Society 5.0 dapat diartikan sebagai sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi. Dalam era Society 5.0 masyarakat dihadapkan dengan teknologi yang memungkinkan pengaksesan dalam ruang maya yang terasa seperti ruang fisik. Dalam teknologi Society 5.0, AI berbasis bigdata dan robot digunakan untuk melakukan atau mendukung pekerjaan manusia. Berbeda dengan Revolusi Industri 4.0 yang lebih menekankan pada bisnis saja, namun dengan teknologi era Society 5.0 tercipta sebuah nilai baru yang akan menghilangkan kesenjangan sosial, usia, jenis kelamin, bahasa dan menyediakan produk serta layanan yang dirancang khusus untuk beragam kebutuhan individu dan kebutuhan banyak orang. Hal yang menjadi prinsip dasar Society 5.0 adalah keseimbangan dalam perkembangan bisnis dan ekonomi dengan lingkungan sosial.

Beberapa cara yang bisa dilakukan oleh dunia pendidikan di Indonesia untuk menghadapi Society 5.0 yaitu yang pertama dilihat dari infrastruktur, pemerintah harus berusaha untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan perluasan koneksi internet ke semua wilayah Indonesia, karena seperti yang kita ketahui bahwa saat ini belum semua wilayah Indonesia dapat terhubung dengan koneksi internet. Kedua, dari segi SDM yang bertindak sebagai pengajar harus memiliki keterampilan dibidang digital dan berpikir kreatif. Menurut Zulkifar Alimuddin, Director of Hafecs (Highly Functioning Education Consulting Services) menilai di era masyarakat 5.0 (Society 5.0) pendidik dituntut untuk lebih inovatif dan dinamis dalam mengajar di kelas (Alimuddin, 2019). Ketiga, pemerintah harus bisa menyinkronkan antara pendidikan dan industri agar nantinya lulusan dari perguruan tinggi maupun sekolah dapat bekerja sesuai dengan bidangnya dan sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh industri sehingga nantinya dapat menekan angka pengangguran di Indonesia. Keempat, menerapkan teknologi sebagai alat kegiatan belajar mengajar.

Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti), Muhammad Nasir, menerangkan bahwa ada empat hal yang harus menjadi perhatian perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki kompetensi. Pertama, pendidikan berbasis kompetensi menjadi salah satu misi utama perguruan tinggi di era sekarang (Pemerintah, 2005). Setiap mahasiswa mempunyai bakat dan kemampuannya masing-masing oleh karena itu, pendekatan teknologi informasi dibutuhkan untuk membantu menentukan program studi yang tepat sesuai dengan kemampuannya. Kedua, pemanfaatan Internet of things (IoT) pada dunia pendidikan. Dengan adanya IoT dapat membantu komunikasi antara dosen, mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Ketiga, pemanfaatan virtual/augmented reality dalam dunia pendidikan. Dengan digunakannya augmented reality dapat membantu mahasiswa dalam memahami teori–teori yang membutuhkan simulasi tertentu sesuai dengan kondisi sebenarnya. Teknologi 3D pada augmented reality membuat pemakainya merasakan simulasi digital, layaknya kegiatan fisik nyata. Misalkan pada simulasi pesawat terbang yang digunakan oleh para siswa penerbangan untuk lolos uji coba, sebelum melakukan praktik terbang langsung dengan pesawat sebenarnya. Keempat, pemanfaatan artifical intelligence (AI) dalam dunia pendidikan untuk mengetahui serta mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran yang dibutuhkan oleh pelajar. Proses identifikasi kebutuhan siswa akan lebih cepat dengan teknologi mechine learning yang tertanam artifical intelligence. Semakin banyak data digital yang terhimpun, semakin cerdas pula sistem artifical intelligence, contohnya Google Assistant, Siri, dll. Dengan teknologi-teknologi tersebut, para pelajar disajikan dengan kemudahan dan kecepatan pencarian data, bahkan teknologi tersebut dapat merekomendasikan data yang tadinya tidak terpikirkan oleh mereka. Artificial intelligence tidak hanya menyajikan data mentah, namun juga data yang sudah diolah menjadi data sangat informatif disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya Pemanfaatan tiga teknologi di atas yaitu artificial intelligence, IoT dan augmented reality diharapkan bisa menciptakan lulusan yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang siap pakai di dunia industri (Munanda, 2019).

Dengan adanya keterkaitan antara pendidikan dan ekonomi dalam menyongsong era Society 5.0 perlunya sebuah informasi yang rinci dan terstruktur dengan baik bagi dunia pendidikan dan ekonomi. Oleh karena itu, sangatlah pantas jika Pusat Kajian Ilmu Ekonomi Universitas Indraprasta PGRI sebagai lembaga yang peduli terhadap dunia pendidikan  dan ekonomi menyelenggarakan seminar nasional dan call for paper dengan tema Merdeka Belajar dan Tantangan Ekonomi dalam Menyongsong Era Society 5.0. Tema ini merefleksi kita bahwa sangatlah penting peran dunia pendidikan dan ekonomi dalam menyongsong era Society 5.0.